Bersyukurlah kepadaNya dan pujilah namaNya!
Sebab Tuhan itu baik,
Kasih setiaNya untuk selama-lamaNya
Dan kesetianNya tetap turun temurun.
(Mazmur 100: 4b-5)
Versi Tawarikh-nya mengatakan:
Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia Baik!
Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya
(1 Tawarikh 16:34)
Allah itu setia, bohong, saya kesulitan mendapatkan
pekerjaan yang bermutu. KesetiaanNya tetap turun temurun, bohong, banyak teman
saya pindah agama karena perkawinan atau
karier. Allah itu baik, ‘ngelilir’ kata orang Jawa, ‘ngelilir’ itu artinya:
berbicara ketika tertidur atau mengigau.
Puja di atas sangat popular di antara para
penganut agama Yahudi. Semoga ini salah: mungkin karena orang Indonesia
dan Yahudi berbeda dunia seperti alam fana dan akhirat, apa yang popular dan
baik lagi merakyat di kalangan orang Yahudi seperti tak bergaung di masyarakat Indonesia,
lagi pula untuk apa?! Konyol.
Sepengamatan saya masyarakat Indonesia cenderung realis. ‘Cah
kuwi dino-dinone ngopo wae?’…. ‘Wis
tontonen dhewe kono’… ‘Anak itu sehari-harinya ngapain saja? Apa yang
dilakukannya?’…’Silahkan Bapak lihat sendiri’…. ‘Berapa lama Anda menempuh
perjalanan rumah kantor tiap harinya?’…. ‘ Dua jam, pulang pergi empat
jam’…’Itu tidak efisien.’….’Wah Pak, kalo di sini mikir efisien, bisa nggak jalan-jalan,
anak istri bisa kagak makan.’ Begitulah penggambaran orang Indonesia.
Bagaimana dengan orang Yahudi? Yesus, Paulus,
Para Rasul seperti terserap oleh Taurat Musa. Sedang para Nabi Perjanjian Lama seperti
terpukau oleh keberadaan Yahweh. Tampaklah mereka bangsa yang idealis. Bukankah
orang Jawa memiliki Suluk? Ya, tetapi tampaknya yang terjadi berkebalikan,
Suluk adalah cermin orang Jawa. Maka tak heran, dalam Suluk macam Centhini atau
cerita-cerita wayang sering kita tak menjumpai yang disebut tokoh baik atau pun
tokoh jahat.
Jawa, Indonesia, yang
realis bahkan cenderung pragmatis, disandingkan dengan orang Yahudi yang idealis, rasanya seperti tak memiliki kaitan apapun. Pantas saja Mazmur
100: 4b – 5 nyaris tak bergaung di masyarakat Jawa-Indonesia-Kristen atau
masyarakat Indonesia-Kristen.
Mengapa teks itu harus disebarkan atau mengapa ribut
dengan teks itu? Sudah terlalu banyak teks doa untuk masyarakat
Indonesia-Kristen. Entahlah, saya menyukai teks itu begitu saja. Jawa-Katholik
sering menyanyikannya dalam lagu-lagu antar bacaan atau pengantar Injil, tapi
kelihatannya tak perduli apapun dengan teks itu. Mereka seperti menyanyi tanpa
membaca syair.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar