Masih ingat Kyai Haji Abdullah Gymnastiar atau
Aa Gym? So pasti masih ya. Beliau memiliki beragam kata mutiara dan nasihat,
tapi dari beragam kata-katanya ada satu hal yang membuat saya berkesan:” Rubahlah dirimu
sendiri sebelum engkau ingin merubah orang lain.” Sejak dahulu hingga sekarang
kata-kata itu seolah selalu baru untuk saya, tak pernah kehilangan
kesaktiannya.
Suatu malam saya membuka Kitab Mazmur, saya
bukanlah orang yang akrab dengan Kitab Suci, dan Kitab Mazmur pun hanya pernah
selintas saya dengar. Saya mulai membaca Kitab Mazmur, yang kata guru agama
saya sewaktu SD ditulis oleh Raja Daud, bab 1: 1-3.
“Berbahagialah orang
yang tidak berjalan menurut nasehat orang fasik,
yang tidak berdiri di jalan orang berdosa,
dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,
tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan,
dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.
Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air,
yang menghasilkan buahnya pada musimnya,
dan yang tidak layu daunnya,
apa saja yang diperbuatnya berhasil.”
Tampak sangat sederhana bahkan konyol, siapa
yang menyukai Taurat, siapa yang merenungkan Taurat siang dan malam, siapa yang
membaca Taurat? Kalau tidak konyol, syair ini naïf, lagi pula mendengar kata
Taurat saja, bulu kuduk saya seperti merinding: wanita selingkuh dirajam sampai
mati, tidak boleh makan daging babi dan daging burung rajawali, dsb, dsb.
Singkat kata: lucu syair ini.
Syair ini seperti membelah dua kelompok manusia:
kelompok baik, penyuka Hukum Taurat dan kelompok buruk, kelompok orang fasik,
sungguh sangat sederhana syair ini. Dibandingkan dengan Mahabarata, Bharata
Yudha atau Centhini, yang tidak mengenal polarisasi baik-buruk, syair ini jelas
ketinggalan zaman, setidaknya dari segi paham. Lalu apakah syair ini ‘muspo’ (Ind: lenyap tak
berguna)? Baiklah kita mencoba menjadi sederhana, menjadi anak-anak. Anak-anak
sering diingatkan oleh orang tua atau gurunya, he, jangan begini, jangan
begitu, kalau kamu begini nanti begini, kalau begitu nannti begitu. Si Anak
setidaknya di depan orang tua atau gurunya, menurut, tanpa mengerti apakah yang
dikatakan orang tua atau gurunya itu benar, atau apakah si orang tua atau guru
tersebut melakukan apa yang mereka katakan sendiri.
Tak seorangpun di antara kita pernah membaca
Taurat, saya pernah membacanya, selintas, di Kitab Ulangan, kira-kira selama
sepuluh menit, dengan teknik membaca cepat, sebanyak satu kali, dan percayalah
kepada saya, isinya itu-itu saja, yaitu yang menurut Michel Foucoult (baca:
Fuko’); (sekedar) mengatur (atau mengebiri) seks.
Saya,
bukan orang alim, kalauisi Taurat bisa diringkas sebagai kitab pengatur hawa nafsu, maka saya
tidak menyukainya. Tetapi saya ingin kembali kea pa yang di katakana Aa Gym di
awal tulisan saya ini: rubahlah dirimu sendiri sebelum kau ingin merubah orang
lain. Di tengah hiruk pikuk dunia: kasus korupsi, kasus tawuran, sengketa
agrarian, kurs rupiah yang anjlok terhadap dollar AS, dan mata uang kuat dunia
lainnya, ada baiknya kita kembali ke Kitab Suci, setidaknya agar kita eling lan
waspada, entah apa artinya kalimat kejawen itu, dan apakah gathuk (bisa
dikaitkan dengan Kitab Suci Kristen), saya tidak tahu, tapi coba saja
sedikit-sedikit membaca Kitab Suci di tengah kekacauan ini, entah apa nanti
hasilnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar